Jumat, 11 November 2011

Hujan Salju Di Yogya

CUACA global sedang berubah. Begitu juga cuaca di Indonesia. Hingga Juni tahun ini masih juga ada hujan, sementara panas terik terus menyengat. Cuaca Yogya dan Indonesia relatif berubah secara ekstrim dalam periode yang singkat. 

Tak hanya hujan dan terik matahari saja yang ada di Yogya, salju pun ada di Yogya. Hujan salju lokal terjadi di sebuah pusat perbelanjaan.

Hujan salju di Saphir Square mungkin sangat fenomenal dan spektakuler. Hampir semua lapisan masyarakat sepakat bahwa pertunjukan itu mendorong masyarakat untuk ingin tahu dan sangat menarik.

Menghadirkan salju di Yogya pantas disebut sebagai langkah marketing yang bagus. Pihak manajemen bisa menunjukkan banyak manfaat dan impaknya yang positif bagi masyarakat Yogya. Wahana salju itu bisa menjadi wahana edu-entertainment, penarik pariwisata, pencipta lapangan kerja, alternatif pusaran ekonomi dan lainnya. Namun, tidakkah kita sadari bahwa kehadiran wahana itu mengandung sisi positif dan sisi negatif yang lain. 

Aspek positif yang bisa kita pahami adalah bahwa cuaca dan suasana alam dapat dibuat atau direkayasa. Kalau kita masuk ke wahana salju itu, sesungguhnya kita masuk ke suatu perangkat refrigerator (almari es) raksasa. Di dalamnya ada freezer (unit pembeku) yang menghasilkan bunga-bunga es yang oleh sistem kompresor disemprotkan ke suatu bagian ruangan sehingga menciptakan efek hujan salju. Suatu sistem air conditioning dibuat agar suhu di dalam ruangan dapat dipertahankan tetap pada minus 15 derajat Celcius. Artinya, secara teknologi tidak ada yang istimewa, kecuali ukurannya yang serba besar. Sementara kehadiran patung-patung es juga tidak istimewa kecuali sebagai asesori nan indah karena ditata rapi dan dibuat artistik. Padahal lingkungan bersalju sebenarnya, seperti di Mount Buller, Victoria, Australia dan lainnya adalah suatu hamparan salju yang tidak mengalir, keras yang berasal dari hujan salju yang kemudian menutupi tanah, ladang, batuan, telaga, pohon, mobil dan rumah.

Sisi negatif yang mungkin tidak diperhatikan adalah wahana itu menciptakan pusaran sirkulasi udara baru relatif dengan lingkungan sekitarnya. Jika di dalam ruangan sangat dingin, maka di luar wahana itu justru panas. Suatu refrigerator bekerja atas prinsip eksotermis yang menghasilkan panas di luar refrigerator. Jadi, wahana itu sedikit banyak ikut membuat panas udara Yogya. Kontribusi panas itu menambah panas yang telah dihasilkan oleh mesin-mesin AC yang sudah jamak ditemukan di berbagai pusat perbelanjaan, rumah, kantor, gedung, bahkan mobil. Artinya, kita harus siap menerima suatu konsekuensi terciptanya lingkungan yang lebih panas atas kenyamanan yang kita peroleh. Di samping itu, mesin refrigerator itu sangat besar. Untuk membuat sistem pembeku tentu memerlukan freon yang juga sangat banyak. Artinya, lingkungan udara Yogya sangat mungkin berubah.

Ketika kita dapat memahami sisi negatif dari kehadiran wahana salju di Saphir Square, kita tidak sertamerta mampu menyalahkan penyelenggara atau pihak pemberi izin yang semestinya berhati-hati karena dampaknya pada lingkungan udara kita. 

Masyarakatnya masih belum bebas dari tuntutan pemenuhan kebutuhan materi dan gumunan. Tegasnya, ketika wareg belum tercapai, waras tidak ada. Ketika waras belum tercapai, maka wahid tidak ada. 

Ketika sisi positif kita pahami, maka sesungguhnya melalui teknologi kita bisa menciptakan atau merekayasa suatu keadaan lokal yang nyaris sempurna. Kita bisa saja membuat simulasi spektakuler tentang gelombang laut pasang, tsunami, banjir bandang, gempa tektonik, letusan gunung, guguran lava, hutan belantara, tebing terjal, savana yang kering, padang pasir dan lainnya. Andaikan suasana itu bisa kita hadirkan di Yogya, di bangun secara permanen di berbagai ruang publik, tentu itu akan menambah semarak kota Yogya sebagai kota budaya.

Yogya sebagai kota budaya, yang tidak hanya dilihat dari sisi manusia, prilaku dan karyanya, tetapi juga dari lingkungan alam yang membentuk budaya itu sendiri. Kenyataan, di beberapa tempat telah berhasil dilakukan penciptaan kota budaya artificial yang mendorong kreativitas dan tumbuhnya kegiatan ekonomi masyarakat alternatif yang lebih kreatif, serta mampu mengakomodasi jasa dan produk intelektual lokal. Mungkin dengan begitu Visi Yogya 2020 sebagai Pusat Budaya Terkemuka menjadi lebih unik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar